Rabu, 10 Oktober 2012

Saddharma Pundarika Sutra


Pengenalan Terhadap
Saddharma Pundarika Sutra
oleh YA.Bhikku. Shokai Kanai

Selama hampir 50 tahun lamanya, Buddha Sakyamuni memberikan berbagai macam pesan dan ajaran sesuai dengan tingkat pemahaman masing-masing individu. Itulah sebabnya mengapa ada begitu banyak sutra-sutra dalam agama Buddha. Para pendiri sekte-sekte Buddhis memilih sutra yang berbeda-beda sebagai jalan keselamatan tergantung dari penekanan yang mereka inginkan. Nichiren Daishonin yang hidup pada abad ke-13 di Jepang memilih Saddharma Pundarika Sutra sebagai jalan keselamatan bagi orang-orang yang hidup di masa Akhir Dharma atau masa Mappo. Menurut Beliau, dalam Saddharma Pundarika Sutra terdapat inti hakekat dari segala ajaran Buddha Sakyamuni. Sebelum berbicara mengenai Saddharma Pundarika Sutra, ada baiknya dijelaskan secara singkat terlebih dahulu tentang sejarah Buddhisme dan bagaimana sejarah Saddharma Pundarika Sutra dimulai.

SUTRA-SUTRA DI MASA AWAL


Ketika Buddha Sakyamuni masih hidup, tidak ada satupun dari ajaranNya yang disimpan dalam bentuk tulisan. Tidak begitu jelas apakah pada saat itu terdapat metode tulisan, tetapi ada kemungkinan bahwa pada saat itu orang menganggap tidaklah sopan mencatat kata-kata dari sang Buddha. Bahkan hingga sekarang, beberapa ahli beladiri atau kebudayaan Jepang seperti merangkai bunga atau upacara minum tea tidak mengijinkan murid-muridnya untuk membuat catatan di atas kertas. Murid-murid harus belajar menghafalkan ajaran-ajaran tersebut. Cara ini biasanya disebut ajaran lisan.

Segera setelah kemokshaan sang Buddha, 500 pengikutNya berkumpul di Rajagrha untuk menyegarkan kembali ingatan mereka tentang ajarang sang Buddha. Mereka bersama-sama menyanyikan gatha atau lagu Buddhis. Pertemuan seperti ini secara keseluruhan diselenggarakan sebanyak tiga kali. Ajaran-ajaran sang Buddha tersimpan dalam ingatan para pengikutNya dan disebarkan dalam bentuk kata-kata lisan.
Beberapa abad kemudian, kata-kata lisan tersebut dicatat dan ditulis untuk menghindari terlupanya ajaran-ajaran penting. Oleh sebab itulah, semua sutra selalu dimulai dengan kalimat “Seperti yang telah kudengar” pada bab awalnya. Sutra-sutra yang dirangkum pada saat itu dikenal dengan Sutra pada masa awal seperti sutra Agon, Dhammapada, dan sutra Niparta.
BUDDHISME THERAVADA & MAHAYANA

Setelah kemokshaan sang Buddha, selama kurang lebih seabad ajaranNya tersimpan dengan baik, dilaksanakan, dan disebar luaskan oleh para bhikku, bhikkuni, serta para pengikut awam. Akan tetapi, cara pemahaman dan pelaksanaan ajaran sang Buddha mulai terpecah menjadi dua tradisi berbeda dikarenakan interpretasi yang berbeda atas ajaran-ajaran sang Buddha. Salah satu aliran yang berusaha tetap mempertahankan pelaksanaan dan aturan-aturan tradisional disebut Buddhis Theravada. Sedang aliran lainnya, yang disebut Mahayana lebih menekankan kepada inti dan pokok ajaran tetapi merubah cara pelaksanaannya tergantung pada tempat tinggal dan situasi. Buddhis Theravada mempertahankan secara ketat aturan-aturan yang berbeda antara para bhikku dan pengikut awam. Di lain pihak, Buddhis Mahayana muncul dari para pengikut awam yang merasa tidak mampu mengikuti aturan-aturan ketat tetapi tetap mempertahankan inti ajaran dari sang Buddha.

Sebagai contoh, sepuluh orang bisa saja mempunyai sepuluh pendapat yang berbeda-beda tentang apa yang dianggap penting. Ada yang menekankan pada sikap tradisi, kebebasan, emosional, teori, atau kepraktisan. Tidak dapat terelakkan bahwa interpretasi ajaran sang Buddha akan berbeda tergantung dari tingkat pendidikan, latar belakang kebudayaan, jaman, dan negara masing-masing individu.

Dengan membandingkan kedua aliran tersebut, kita bisa melihat bahwa Buddhisme Theravada umumnya dipraktekkan di Asia bagian selatan seperti Thailand dan Srilanka, sedangkan Buddhisme Mahayana dipraktekkan di Tibet, Cina, Korea, dan Jepang. Dikatakan bahwa para pendeta Theravada tinggal di biara-biara dan berlatih untuk keselamatan mereka sendiri. Mereka keluar untuk mencari makanan dari rumah para pengkutnya setiap pagi, karena para bhikku tidak diperbolehkan memproduksi atau memiliki sesuatu, termasuk makanan. Dalam Buddhisme Theravada, para pengikut awam tidak dapat mencapai Kebuddhaan tetapi dengan melayani para bhikku mereka bisa terlahir kembali di tempat yang lebih baik.

Sebagai perbandingannya, Buddhisme Mahayana berawal dari para pengikut awam yang tetap bersikeras bahwa mereka juga mungkin untuk mencapai Penerangan. Ada kemungkinan aliran ini didirikan setelah masa Kristen, dan peraturannya amatlah longgar bila dibanding Theravada. Diyakini bahwa Buddhisme Mahayana mendapat pengaruh yang amat besar dari para pedagang di Jalur Sutra pada abad pertama dan kedua setelah Masehi. Oleh sebab itulah, banyak sekali terdapat cerita mengenai para pedagang, pemburu harta, tabib, raja, orang kaya, serta pengemis dalam Saddharma Pundarika Sutra yang akan kita bahas belakangan.

Para bhikku Theravada menjalankan peraturan dengan ketat, tetapi bhikku Mahayana terutama beberapa bhikku dari Jepang makan daging, minum arak, menikah, memiliki barang-barang pribadi, dan sebagainya seperti layaknya orang awam. Meski bhikku-bhikku Jepang menjalani pentahbisan, mereka tetap menjalani gaya hidup orang-orang awam. Semua sutra Mahayana menekankan pelaksanaan BODHISATVVA yang mencari Penerangan bukan hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk orang lain.

SUTRA-SUTRA MAHAYANA


Ada banyak sutra Mahayana, seperti Sutra Hati, Sutra Amida, Sutra Maha Vairocana, Sutra Cahaya Tak Terbatas, Saddharma Pundarika Sutra, dan Sutra Nirvana. Orang biasa akan bertanya-tanya manakah sutra yang baik dan manakah sutra yang terbaik.

Mahaguru T’ien T’ai (538-597) dari Cina mengungkapkan Lima Periode Ajaran sang Buddha. Menurut beliau, semua sutra dapat dikelompokkan kedalam kelima kategori tersebut tergantung dari isi masing-masing sutra. Pertama, sang Buddha membabarkan Ajaran Kegon selama 21 hari semenjak pencapaian Kesadaran Buddha, tetapi ajaran ini terlalu sulit dimengerti oleh orang awam. Kemudian sang Buddha membabarkan Ajaran Agon selama 12 tahun berikutnya (dari usia 30 hingga 42) dimana ajaran ini dapat dengan mudah dipahami oleh semua orang. Melihat bahwa orang-orang mampu mengerti tahap awal dari ajaranNya, sang Buddha membabarkan ajaran yang sedikit lebih tinggi tingkatannya selama 8 tahun (dari usia 42 hingga 50), yang disebut Ajaran Hoto. 22 tahun berikutnya (dari usia 50 hingga 72), sang Buddha memperkenalkan konsep “Ku” atau “Ketiadaan” dalam Sutra Hati. Dan dalam tahap akhir, selama delapan tahun terakhir sebelum kemokshaanNya, sang Buddha membabarkan Saddharma Pundarika Sutra.

Nichiren Daishonin (1212-1282) telah membaca semua sutra Theravada dan Mahayana sebelum ia memperkenalkan Odaimoku, “Namu Myoho renge Kyo”. Ia menyetujui konsep T'ien T'ai tentang Lima Periode Ajaran sang Buddha. Oleh karena itu, Saddharma Pundarika Sutra mengandung inti hakekat dari semua ajaran Buddha, yang Ia babarkan tanpa melihat apakah orang-orang mampu mengerti ataukah tidak.

Alasan lain kenapa Niciren memilih Saddharma Pundarika Sutra sebagai ajaran paling pokok diantara semua sutra lainnya adalah kalimat dalam Sutra Makna Tak Terbatas, sebuah sutra pendahulu Saddharma Pundarika Sutra, yang berbunyi, “Selama 40 tahun ini, Aku (Buddha Sakyamuni) belumlah membabarkan Kebenaran.” Kemudian, Saddharma Pundarika Sutra pun dibabarkanNya. Maka Nichiren memilih Saddharma Pundarika Sutra sebagai ajaran yang paling benar dari sang Buddha.
KELIMA PERIODE AJARAN SANG BUDDHA

Urutan dari Saddharma Pundarika Sutra dalam kaitannya dengan sutra-sutra lain menurut Mahaguru T'ien T'ai (538 – 597). Waktu pembabaran ajaran oleh sang Buddha digolongkan menjadi lima periode, terhitung semenjak pertama kali Ia mencapai Kebuddhaan hingga akhirnya Ia memasuki Nirvana pada usia 80 bersama-sama dengan pengungkapan sutra-sutra yang lebih rendah dan yang unggul.

1. Periode Kegon: Seusai mencapai Penerangan, sang Buddha membabarkan ajaran Kegon selama 21 hari. Akan tetapi, ajaran ini terlalu sulit dipahami oleh manusia biasa.
Contoh: Sutra Kegon

2. Periode Agon: Sang Buddha membabarkan ajaran Agon selama 12 tahun berikutnya (dari usia 30 hingga 42), dimana ajaran ini dapat dimengerti oleh semua orang. (ajaran Theravada)
Contoh: Sutra Agon, Sutra Hokku (Dharma Pada), Sutta Niparta, dll.

3. Periode Hoto: Delapan tahun seusai periode Agon (dari usia 42 hingga 50) dimana sang Buddha mengajarkan bahwa ajaran-ajaran Theravada adalah di bawah ajaran-ajaran Mahayana.
Contoh: Sutra Yuima (Sutra Vimalakirti), Sutra Jodo (Sutra Tanah Suci), Sutra Konkomyo (Sutra Suvarnaprabhasottama-raja), Sutra Shiyaku ,dll.

4. Periode Hannya: 22 tahun berikutnya (dari usia 50 hingga 72) ketika sang Buddha memerintahkan agar orang-orang membuang ajaran satu-sisi dari Theravada and Mahayana sebagimana Ia memperkenalkan ajaran tentang “Ku” (Ketiadaan).
Contoh: Sutra Dai Hannya (Sutra Hati Mulia)

5. Periode Hokke-Nehan: Delapan tahun terakhir (dari usia 72 hingga 80) sebelum kemokshaan sang Buddha. Karena pemahaman para pengikutnya telah cukup dalam, Buddha Sakyamuni membabarkan kebenaran pokok dibalik pencapaian kesadaran BuddhaNya.
Contoh : Saddharma Pundarika Sutra dan Sutra Nirvana.
TIGA BAGIAN SADDHARMA PUNDARIKA SUTRA

Suatu kelompok yang terdiri dari tiga sutra sebagai berikut:

1. Sutra Makna Tak terbatas:
"Selama empat puluh tahun terdahulu, Aku belumlah membabarkan Kebenaran"

2. Saddharma Pundarika Sutra :
"Orang-orang dari kedua kendaraan Sravaka atau Sho-mon dan Pratyekabuddha atau En-gaku dapat mencapai Penerengan dan konsep dari Buddha Kekal Abadi."

3. Sutra Boddhisatvva Fugen:
"Pentingnya Pertobatan."

MAKNA DARI SADDHARMA PUNDARIKA SUTRA

Saddharma Pundarika Sutra merupakan nama Sansekerta dari Sutra Bunga Teratai, yang juga disebut sebagai Hukum Pokok dari Sutra Bunga Teratai. Bab 15 mengungkapkan tentang Saddharma Pundarika Sutra sebagai berikut: “Mereka tidaklah tercemar oleh keduniawian, seperti halnya bunga teratai tidak tercemar oleh air.” Bunga Teratai melambangkan kemurnian karena bunga teratai yang indah tidak pernah menjadi kotor akibat air berlumpur, sama halnya bahwa kita pun tidak boleh terpengaruh oleh lingkungan yang buruk. Seseorang tidak boleh menyalahkan orang lain atas kesalahan yang diperbuat mereka. Bunga Teratai juga melambangkan hukum sebab-akibat, karena ketika bunga teratai mekar, ia telah mengandung biji di dalamnya. Bunga adalah sebab sedangkan bijinya adalah akibat, dan air, tanah, suhu adalah jodohnya.

SHAKU-MON DAN HON-MON

Saddharma Pundarika Sutra terdiri dari 28 bab. Menurut Mahaguru T'ien T'ai dari Cina, 14 bab pertama disebut Shaku-mon dimana Buddha Sakyamuni belum mengungkapkan jati diri sesungguhnya, tetapi tampil sebagai seseorang yang terikat oleh batasan ruang dan waktu. Di lain pihak, dalam 14 bab terakhir, sang Buddha mengungkapkan jati diriNya, keberadaanNya di masa lalu tak terbatas, sekarang, dan di masa depan yang kekal abadi. Bab Hon-mon secara khusus menekankan tentang pencapaian keselamatan bagi semua mahkluk setelah kemokshaan sang Buddha.
Dalam bab 16, Panjang Usia sang Tathagata, Buddha Sakyamuni berkata, “Para dewa, manusia, dan asura di dunia mengira bahwa Aku, Buddha Sakyamuni, meninggalkan istana kaum Sakya, duduk di tempat Penerangan tak jauh dari kota Gaya, dan mencapai Kesadaran Buddha. Sesungguhnya, telah lewat ratusan, ribuan, jutaan nayuta kalpa semenjak Aku pertama kali menjadi Buddha.” Ia mengungkapkan keberadaan dari Buddha yang kekal abadi dalam bab 16.

Shaku-mon adalah ajaran-ajaran dari Buddha dalam sejarah sedang Hon-mon adalah ajaran-ajaran dari Buddha Abadi. Ketika kita melihat Buddha sebagai mahkluk fisik yang lahir di India dan hidup selama 80 tahun, Ia adalah Buddha dalam sejarah. Tetapi ketika kita memandang Buddha sebagai mahkluk spiritual, Ia adalah Buddha Abadi karena ajaran-ajaranNya akan tetap ada selamanya. Secara lebih detail akan dibahas pada bab 16.

SHAKU-BUTSU DAN HON-BUTSU

SHAKU-BUTSU adalah Buddha Sakyamuni sebagai seorang manusia dalam sejarah. Lihat Bab 16: “Para dewa, manusia, dan asura di dunia mengira bahwa Aku, Buddha Sakyamuni, meninggalkan istana kaum Sakya, duduk di tempat Penerangan tak jauh dari kota Gaya, dan mencapai Kesadaran Buddha.” P.241 of The Lotus Sutra.
HON-BUTSU adalah Buddha Sakyamuni Buddha sebagai Buddha Pokok dan Abadi. Lihat bab 16: “Sesungguhnya, telah lewat ratusan, ribuan, jutaan nayuta kalpa semenjak Aku pertama kali menjadi Buddha." P.241 of The Lotus Sutra.
http://www.answers.com/topic/avatamsaka-sutra#History

Tidak ada komentar:

Posting Komentar