Selama hampir 50 tahun lamanya,
Buddha Sakyamuni memberikan berbagai macam pesan dan ajaran sesuai dengan
tingkat pemahaman masing-masing individu. Itulah sebabnya mengapa ada
begitu banyak sutra-sutra dalam agama Buddha. Para pendiri sekte-sekte
Buddhis memilih sutra yang berbeda-beda sebagai jalan keselamatan
tergantung dari penekanan yang mereka inginkan. Nichiren Daishonin yang
hidup pada abad ke-13 di Jepang memilih Saddharma Pundarika Sutra sebagai
jalan keselamatan bagi orang-orang yang hidup di masa Akhir Dharma atau
masa Mappo. Menurut Beliau, dalam Saddharma Pundarika Sutra terdapat inti
hakekat dari segala ajaran Buddha Sakyamuni. Sebelum berbicara mengenai
Saddharma Pundarika Sutra, ada baiknya dijelaskan secara singkat terlebih
dahulu tentang sejarah Buddhisme dan bagaimana sejarah Saddharma Pundarika
Sutra dimulai.
SUTRA-SUTRA DI MASA AWAL
Ketika Buddha Sakyamuni masih hidup, tidak ada satupun dari ajaranNya yang
disimpan dalam bentuk tulisan. Tidak begitu jelas apakah pada saat itu
terdapat metode tulisan, tetapi ada kemungkinan bahwa pada saat itu orang
menganggap tidaklah sopan mencatat kata-kata dari sang Buddha. Bahkan
hingga sekarang, beberapa ahli beladiri atau kebudayaan Jepang seperti
merangkai bunga atau upacara minum tea tidak mengijinkan murid-muridnya
untuk membuat catatan di atas kertas. Murid-murid harus belajar
menghafalkan ajaran-ajaran tersebut. Cara ini biasanya disebut ajaran
lisan.
Segera setelah kemokshaan sang Buddha, 500 pengikutNya berkumpul di
Rajagrha untuk menyegarkan kembali ingatan mereka tentang ajarang sang
Buddha. Mereka bersama-sama menyanyikan gatha atau lagu Buddhis. Pertemuan
seperti ini secara keseluruhan diselenggarakan sebanyak tiga kali.
Ajaran-ajaran sang Buddha tersimpan dalam ingatan para pengikutNya dan
disebarkan dalam bentuk kata-kata lisan.
Beberapa abad kemudian, kata-kata lisan tersebut dicatat dan ditulis untuk
menghindari terlupanya ajaran-ajaran penting. Oleh sebab itulah, semua
sutra selalu dimulai dengan kalimat “Seperti yang telah kudengar” pada bab
awalnya. Sutra-sutra yang dirangkum pada saat itu dikenal dengan Sutra pada
masa awal seperti sutra Agon, Dhammapada, dan sutra Niparta.
BUDDHISME THERAVADA
& MAHAYANA
Setelah kemokshaan sang Buddha, selama kurang lebih seabad ajaranNya
tersimpan dengan baik, dilaksanakan, dan disebar luaskan oleh para bhikku,
bhikkuni, serta para pengikut awam. Akan tetapi, cara pemahaman dan
pelaksanaan ajaran sang Buddha mulai terpecah menjadi dua tradisi berbeda
dikarenakan interpretasi yang berbeda atas ajaran-ajaran sang Buddha. Salah
satu aliran yang berusaha tetap mempertahankan pelaksanaan dan
aturan-aturan tradisional disebut Buddhis Theravada. Sedang aliran lainnya,
yang disebut Mahayana lebih menekankan kepada inti dan pokok ajaran tetapi
merubah cara pelaksanaannya tergantung pada tempat tinggal dan situasi.
Buddhis Theravada mempertahankan secara ketat aturan-aturan yang berbeda
antara para bhikku dan pengikut awam. Di lain pihak, Buddhis Mahayana
muncul dari para pengikut awam yang merasa tidak mampu mengikuti
aturan-aturan ketat tetapi tetap mempertahankan inti ajaran dari sang
Buddha.
Sebagai contoh, sepuluh orang bisa saja mempunyai sepuluh pendapat yang
berbeda-beda tentang apa yang dianggap penting. Ada yang menekankan pada
sikap tradisi, kebebasan, emosional, teori, atau kepraktisan. Tidak dapat
terelakkan bahwa interpretasi ajaran sang Buddha akan berbeda tergantung
dari tingkat pendidikan, latar belakang kebudayaan, jaman, dan negara
masing-masing individu.
Dengan membandingkan kedua aliran tersebut, kita bisa melihat bahwa
Buddhisme Theravada umumnya dipraktekkan di Asia bagian selatan seperti
Thailand dan Srilanka, sedangkan Buddhisme Mahayana dipraktekkan di Tibet,
Cina, Korea, dan Jepang. Dikatakan bahwa para pendeta Theravada tinggal di
biara-biara dan berlatih untuk keselamatan mereka sendiri. Mereka keluar
untuk mencari makanan dari rumah para pengkutnya setiap pagi, karena para
bhikku tidak diperbolehkan memproduksi atau memiliki sesuatu, termasuk
makanan. Dalam Buddhisme Theravada, para pengikut awam tidak dapat mencapai
Kebuddhaan tetapi dengan melayani para bhikku mereka bisa terlahir kembali
di tempat yang lebih baik.
Sebagai perbandingannya, Buddhisme Mahayana berawal dari para pengikut awam
yang tetap bersikeras bahwa mereka juga mungkin untuk mencapai Penerangan.
Ada kemungkinan aliran ini didirikan setelah masa Kristen, dan peraturannya
amatlah longgar bila dibanding Theravada. Diyakini bahwa Buddhisme Mahayana
mendapat pengaruh yang amat besar dari para pedagang di Jalur Sutra pada
abad pertama dan kedua setelah Masehi. Oleh sebab itulah, banyak sekali
terdapat cerita mengenai para pedagang, pemburu harta, tabib, raja, orang
kaya, serta pengemis dalam Saddharma Pundarika Sutra yang akan kita bahas
belakangan.
Para bhikku Theravada menjalankan peraturan dengan ketat, tetapi bhikku
Mahayana terutama beberapa bhikku dari Jepang makan daging, minum arak,
menikah, memiliki barang-barang pribadi, dan sebagainya seperti layaknya
orang awam. Meski bhikku-bhikku Jepang menjalani pentahbisan, mereka tetap
menjalani gaya hidup orang-orang awam. Semua sutra Mahayana menekankan
pelaksanaan BODHISATVVA yang mencari Penerangan bukan hanya untuk dirinya
sendiri tetapi juga untuk orang lain.
SUTRA-SUTRA MAHAYANA
Ada banyak sutra Mahayana, seperti Sutra Hati, Sutra Amida, Sutra Maha
Vairocana, Sutra Cahaya Tak Terbatas, Saddharma Pundarika Sutra, dan Sutra
Nirvana. Orang biasa akan bertanya-tanya manakah sutra yang baik dan
manakah sutra yang terbaik.
Mahaguru T’ien T’ai (538-597) dari Cina mengungkapkan Lima Periode Ajaran
sang Buddha. Menurut beliau, semua sutra dapat dikelompokkan kedalam kelima
kategori tersebut tergantung dari isi masing-masing sutra. Pertama, sang
Buddha membabarkan Ajaran Kegon selama 21 hari semenjak pencapaian
Kesadaran Buddha, tetapi ajaran ini terlalu sulit dimengerti oleh orang
awam. Kemudian sang Buddha membabarkan Ajaran Agon selama 12 tahun
berikutnya (dari usia 30 hingga 42) dimana ajaran ini dapat dengan mudah
dipahami oleh semua orang. Melihat bahwa orang-orang mampu mengerti tahap
awal dari ajaranNya, sang Buddha membabarkan ajaran yang sedikit lebih
tinggi tingkatannya selama 8 tahun (dari usia 42 hingga 50), yang disebut
Ajaran Hoto. 22 tahun berikutnya (dari usia 50 hingga 72), sang Buddha
memperkenalkan konsep “Ku” atau “Ketiadaan” dalam Sutra Hati. Dan dalam
tahap akhir, selama delapan tahun terakhir sebelum kemokshaanNya, sang
Buddha membabarkan Saddharma Pundarika Sutra.
Nichiren Daishonin (1212-1282) telah membaca semua sutra Theravada dan
Mahayana sebelum ia memperkenalkan Odaimoku, “Namu Myoho renge Kyo”. Ia
menyetujui konsep T'ien T'ai tentang Lima Periode Ajaran sang Buddha. Oleh
karena itu, Saddharma Pundarika Sutra mengandung inti hakekat dari semua
ajaran Buddha, yang Ia babarkan tanpa melihat apakah orang-orang mampu
mengerti ataukah tidak.
Alasan lain kenapa Niciren memilih Saddharma Pundarika Sutra sebagai ajaran
paling pokok diantara semua sutra lainnya adalah kalimat dalam Sutra Makna
Tak Terbatas, sebuah sutra pendahulu Saddharma Pundarika Sutra, yang
berbunyi, “Selama 40 tahun ini, Aku (Buddha Sakyamuni) belumlah membabarkan
Kebenaran.” Kemudian, Saddharma Pundarika Sutra pun dibabarkanNya. Maka
Nichiren memilih Saddharma Pundarika Sutra sebagai ajaran yang paling benar
dari sang Buddha.
KELIMA PERIODE AJARAN
SANG BUDDHA
Urutan dari Saddharma Pundarika Sutra dalam kaitannya dengan sutra-sutra
lain menurut Mahaguru T'ien T'ai (538 – 597). Waktu pembabaran ajaran oleh
sang Buddha digolongkan menjadi lima periode, terhitung semenjak pertama
kali Ia mencapai Kebuddhaan hingga akhirnya Ia memasuki Nirvana pada usia
80 bersama-sama dengan pengungkapan sutra-sutra yang lebih rendah dan yang
unggul.
1. Periode Kegon: Seusai mencapai Penerangan, sang Buddha membabarkan
ajaran Kegon selama 21 hari. Akan tetapi, ajaran ini terlalu sulit dipahami
oleh manusia biasa.
Contoh: Sutra Kegon
2. Periode Agon: Sang Buddha membabarkan ajaran Agon selama 12 tahun
berikutnya (dari usia 30 hingga 42), dimana ajaran ini dapat dimengerti
oleh semua orang. (ajaran Theravada)
Contoh: Sutra Agon, Sutra Hokku (Dharma Pada), Sutta Niparta, dll.
3. Periode Hoto: Delapan tahun seusai periode Agon (dari usia 42 hingga 50)
dimana sang Buddha mengajarkan bahwa ajaran-ajaran Theravada adalah di
bawah ajaran-ajaran Mahayana.
Contoh: Sutra Yuima (Sutra Vimalakirti), Sutra Jodo (Sutra Tanah Suci),
Sutra Konkomyo (Sutra Suvarnaprabhasottama-raja), Sutra Shiyaku ,dll.
4. Periode Hannya: 22 tahun berikutnya (dari usia 50 hingga 72) ketika sang
Buddha memerintahkan agar orang-orang membuang ajaran satu-sisi dari
Theravada and Mahayana sebagimana Ia memperkenalkan ajaran tentang “Ku”
(Ketiadaan).
Contoh: Sutra Dai Hannya (Sutra Hati Mulia)
5. Periode Hokke-Nehan: Delapan tahun terakhir (dari usia 72 hingga 80)
sebelum kemokshaan sang Buddha. Karena pemahaman para pengikutnya telah
cukup dalam, Buddha Sakyamuni membabarkan kebenaran pokok dibalik
pencapaian kesadaran BuddhaNya.
Contoh : Saddharma Pundarika Sutra dan Sutra Nirvana.
TIGA BAGIAN SADDHARMA
PUNDARIKA SUTRA
Suatu kelompok yang terdiri dari tiga sutra sebagai berikut:
1. Sutra Makna Tak terbatas:
"Selama empat puluh tahun terdahulu, Aku belumlah membabarkan
Kebenaran"
2. Saddharma Pundarika Sutra :
"Orang-orang dari kedua kendaraan Sravaka atau Sho-mon dan
Pratyekabuddha atau En-gaku dapat mencapai Penerengan dan konsep dari
Buddha Kekal Abadi."
3. Sutra Boddhisatvva Fugen:
"Pentingnya Pertobatan."
MAKNA DARI SADDHARMA PUNDARIKA SUTRA
Saddharma Pundarika Sutra merupakan nama Sansekerta dari Sutra Bunga
Teratai, yang juga disebut sebagai Hukum Pokok dari Sutra Bunga Teratai.
Bab 15 mengungkapkan tentang Saddharma Pundarika Sutra sebagai berikut:
“Mereka tidaklah tercemar oleh keduniawian, seperti halnya bunga teratai
tidak tercemar oleh air.” Bunga Teratai melambangkan kemurnian karena bunga
teratai yang indah tidak pernah menjadi kotor akibat air berlumpur, sama
halnya bahwa kita pun tidak boleh terpengaruh oleh lingkungan yang buruk. Seseorang
tidak boleh menyalahkan orang lain atas kesalahan yang diperbuat mereka.
Bunga Teratai juga melambangkan hukum sebab-akibat, karena ketika bunga
teratai mekar, ia telah mengandung biji di dalamnya. Bunga adalah sebab
sedangkan bijinya adalah akibat, dan air, tanah, suhu adalah jodohnya.
SHAKU-MON DAN HON-MON
Saddharma Pundarika Sutra terdiri dari 28 bab. Menurut Mahaguru T'ien T'ai
dari Cina, 14 bab pertama disebut Shaku-mon dimana Buddha Sakyamuni belum
mengungkapkan jati diri sesungguhnya, tetapi tampil sebagai seseorang yang
terikat oleh batasan ruang dan waktu. Di lain pihak, dalam 14 bab terakhir,
sang Buddha mengungkapkan jati diriNya, keberadaanNya di masa lalu tak
terbatas, sekarang, dan di masa depan yang kekal abadi. Bab Hon-mon secara
khusus menekankan tentang pencapaian keselamatan bagi semua mahkluk setelah
kemokshaan sang Buddha.
Dalam bab 16, Panjang Usia sang Tathagata, Buddha Sakyamuni berkata, “Para
dewa, manusia, dan asura di dunia mengira bahwa Aku, Buddha Sakyamuni,
meninggalkan istana kaum Sakya, duduk di tempat Penerangan tak jauh dari
kota Gaya, dan mencapai Kesadaran Buddha. Sesungguhnya, telah lewat
ratusan, ribuan, jutaan nayuta kalpa semenjak Aku pertama kali menjadi
Buddha.” Ia mengungkapkan keberadaan dari Buddha yang kekal abadi dalam bab
16.
Shaku-mon adalah ajaran-ajaran dari Buddha dalam sejarah sedang Hon-mon
adalah ajaran-ajaran dari Buddha Abadi. Ketika kita melihat Buddha sebagai
mahkluk fisik yang lahir di India dan hidup selama 80 tahun, Ia adalah
Buddha dalam sejarah. Tetapi ketika kita memandang Buddha sebagai mahkluk
spiritual, Ia adalah Buddha Abadi karena ajaran-ajaranNya akan tetap ada
selamanya. Secara lebih detail akan dibahas pada bab 16.
SHAKU-BUTSU DAN HON-BUTSU
SHAKU-BUTSU adalah Buddha Sakyamuni sebagai seorang manusia dalam sejarah.
Lihat Bab 16: “Para dewa, manusia, dan asura di dunia mengira bahwa Aku,
Buddha Sakyamuni, meninggalkan istana kaum Sakya, duduk di tempat
Penerangan tak jauh dari kota Gaya, dan mencapai Kesadaran Buddha.” P.241
of The Lotus Sutra.
HON-BUTSU adalah Buddha Sakyamuni Buddha sebagai Buddha Pokok dan Abadi.
Lihat bab 16: “Sesungguhnya, telah lewat ratusan, ribuan, jutaan nayuta
kalpa semenjak Aku pertama kali menjadi Buddha." P.241 of The Lotus
Sutra.
http://www.answers.com/topic/avatamsaka-sutra#History
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar