Rabu, 27 Februari 2013

cintakasih tanpa pilih kasih oleh Diah, Evi dan Della kelas VII



~Cinta Kasih Tanpa Pilih Kasih~
Cinta kasih tanpa pilih kasih adalah salah satu keunikan dalam ajaran Buddha. Istilah populernya disebut METTA. Pada umumnya, kita diajarkan untuk mencintai sesama. Namun, sesungguhnya Buddha tidak mengajarkan demikian. Buddha tidak mengajarkan kita untuk mencintai sesama, tapi mencintai semua makhluk.

 Mencintai sesama hanya akan mengurangi makna cinta itu sendiri. Mencintai sesama boleh dibilang cinta yang sempit. Oleh karena itu Buddha mengajarkan bahwa kita bukan hanya mencintai sesama manusia saja, atau sesama umat seagama saja, melainkan mencintai semua makhluk juga.

 Di alam kehidupan ini ada banyak makhluk yang tampak maupun tidak tampak oleh mata kita. Terbarkanlah cinta kasih kepada mereka semua tanpa memilih-milih makhluk mana yang ingin kita bahagiakan. Kita harus berusaha sekuat tenaga untuk membahagiakan semua makhluk yang kita jumpai.

 METTA adalah cinta kasih tanpa pilih kasih, tidak memihak spesies tertentu, tidak memilih-milih siapa yang dicintai. Cinta kasih seperti ini tidak mengharap balasan atau takut kehilangan. Jika kita mengharap balasan dari makhluk-makhluk yang kita cintai tersebut, kita akan kecewa bila mereka tidak membalas kebaikan yang telah kita lakukan kepada mereka. Jika kita takut kehilangan yang kita cintai, kita pasti akan sedih dan menderita, karena semua pasti berubah. Apa yang kita cintai juga akan berubah. Oleh karena itu, METTA tidak akan menimbulkan kesedihan, kekecewaan, dan ketakutan.

 Mulailah mengikis kebencian dan dendam. Berdoalah selalu agar diri kita dan semua makhluk di sekitar kita berbahagia. Jangan karena demi kesejahteraan yang sedemikian besar kepada makhluk lain, kita menjadi lupa untuk membahagiakan diri sendiri. Cinta kasih yang tanpa batas ini berjalan bersamaan dengan tekad untuk membahagiakan diri sendiri dan juga makhluk lain. Prioritas utama adalah kebersamaan dalam kebahagiaan.
 Bagi orang yang selalu menebarkan cinta kasih kepada semua makhluk, ia akan mendapatkan manfaat sebagai berikut:

Ø  Tidur dengan nyenyak, tidak gelisah.
Ø  Bangun tidur dengan segar.
Ø  Tidak akan bermimpi buruk.
Ø  Disayang sesama manusia.
Ø  Disayang oleh semua makhluk.
Ø  Dilindungi oleh para dewa.
Ø  Tidak akan dilukai oleh api, racun dan senjata.
Ø  Mudah memusatkan pikiran.
Ø  Memiliki wajah yang tenang dan berseri-seri.
Ø  Meninggal dunia dengan tenang.
Ø  Terlahir di alam bahagia.
Marilah kita senantiasa menebarkan cinta kasih tanpa pilih kasih, di mana pun, kapan pun, dan kepada siapa pun.

Memperbaiki Sikap Hidup dengan melakukan cinta kasih tanpa pilih kasih

1). Terhadap Orang Lain:Kalau bisa kita harus peduli dan mengasihi. Jika tidak bisa, setidaknya jangan menyakiti mereka.
2). Terhadap Kebajikan Orang Lain:Kita harus mengingat dan membalasnya. Bila tidak bisa, setidaknya bisa mendoakan mereka yang berjasa kepada kita agar selalu bahagia.
3). Terhadap Orang Tua: Kita harus bisa menghormatinya, jika orang tua kita bijaksana kita harus menirunya, tetapi jika orang tua kita kekanak-kanakan kita harus bertindak bijaksana terhadapnya. Sesama saudara kita harus rukun dan saling membantu, perselisihan keluarga hanya akan menjadi aib dan menodai garis keturunan leluhur kita. Terhadap saudara yang kaya kita tidak boleh memanfaatkannya, terhadap saudara yang kurang mampu, kita tidak boleh lepas tangan terhadapnya.
4). Terhadap Anak Laki-Laki Dan Perempuan: Kita tidak boleh membeda-bedakannya. Sebagai orang tua kita harus bijaksana, bahwa mereka menjadi anak kita karena kekuatan karma mereka. Menerapkan kasih sayang dengan pilih kasih adalah buruk. Laki-Laki atau Perempuan pada masa sekarang mempunyai masa depan dan kesempatan yang sama. Jangan pernah berpikir membedakan mereka seperti pada zaman dahulu.
5). Terhadap Harta Benda: Kita tidak boleh terikat berlebihan, harta memang harus dikumpulkan dan diusahakan sebanyak-banyaknya. Tetapi keterikatan terhadapnya secara berlebihan sungguh tidak baik. Gunakan harta dengan cara yang benar di jalan yang benar pula. Jangan hamburkan harta untuk hal-hal yang tidak berguna. Dan berhati-hatilah mengelola harta benda, apalagi jika  itu dari orang tua kita (warisan).
6). Dalam Pergaulan: Jangan memandang orang lain berdasarkan  kaya miskinnya, pendidikan, keturunan, kerupawanan. Belajarlah untuk bisa bersosialisasi dengan siapa saja. Jangan pilih kasih dalam berteman, bertemanlah dengan siapa saja. Tetapi berhati-hatilah, terutama jika berteman dengan orang yang kurang baik, bila kita lalai kita bisa terbawa keburukannya.


Sumber :  http://masterluyut.blogspot.com/2011/03/cinta-kasih-tanpa-pilih-kasih.html                               


                               

Senin, 18 Februari 2013

Delapan Jalan Kebenaran



DELAPAN JALAN KEBENARAN
Nofan Kelas X

Apa itu “Delapan jalan kebenaran” ?
Siapa yang tahu?   Delapan jalan kebenaran itu adalah kotbah pertama Sang Buddha,pada saat itu Sang Buddha memberikan khotbah pertamanya di Taman Rusa, ia memulai 'Berputarnya Roda Dharma' tersebut. Dia memilih simbol roda yang indah dengan delapan kisi untuk mewakili Delapan Jalan Mulia. Ajaran Sang Buddha berjalan berputar-putar seperti roda besar yang tidak pernah berhenti, yang mengarah ke titik pusat roda, satu-satunya yang tetap, Nirvana. Delapan jari-jari pada roda mewakili delapan bagian dari Delapan Jalan Mulia. Sama seperti setiap jari-jari diperlukan bagi roda untuk terus berputar, kita perlu mengikuti setiap langkah dari jalan tersebut

Pandangan Benar. Cara yang tepat untuk berpikir tentang hidup adalah melihat dunia melalui mata Sang Buddha - dengan kebijaksanaan dan belas kasihan,biasanya hal ini sangat sering dilanggar bagi kaum pria/wanita.
Contoh:
Jaman sekarang anak muda sudah tidak asing lagi dengan kata “pacaran”. Karena tidak berpandangan benar ada yang lebih cantik atau ganteng dari pasangannya pasti bisa berpaling,dan tidak setia dengan pasangannya,atau juga bisa saja berpacaran dengan dua orang sekaligus bahkan lebih hal ini biasanya di kenal dengan “play boy”(bagi laki-laki) atau “play girl”(bagi perempuan).
Contoh lainnya adalah Melihat barang porno. Jaman sekarnag sudah lah sangat instan, melihat barang porno pun sangat mudah karena internet. Harusnya internet itu di gunakan dengan baik dan tepat.
Pandangan yang tidak benar bisa Terjadi karena hawa napsu dan serakah yang memicu kita untuk memandang hal tersebut. Cara mengatasinya adalah jangan terbiasa malihat hal yang tidak benar,hindari pergaulan dan lingkungan karena pergaulan dan lingkungan membuat kita terbiasa dalam suatu keadaan, jika lingkungan dan pergaulannya baik,maka ia akan mengikuti lingkunagn tersebut menjadi baik. Mealinkan jika lingkungan dan pergaulannya tidak baik, maka ia akan mudah terpengaruh denaganlingkungannya dan menjadi tidak baik juga.


Pikiran Benar. Kita adalah apa yang kita pikirkan. Pikiran-pikiran yang jernih dan baik membangun karakter-karakter yang baik dan kuat. Nah ini yang paling susah dari Delapan jalan kebenaran, karena sabelum melakukan sesuatu pasti ada pikiran dulu. Tidak mungkin melakukan sesuatu hal tanpa berpikir terlebih dahulu.
Contoh:
Tuhan memciptakan manusia sebagai mahluk yang paling sempurna di Dunia ini, namun kebanyakan manusia jaman sekarang tidak menggunakan pikirannya dengan baik dan benar. Di tambah menusia jaman sekarang menginginkan mengikuti hawa napsunya untuk mendapatkan kekayaan dan kekuasaan. Hanya demi itu saja manusia menggunakan kelebihannya untuk merebut hak kuasa orang lain dan harta. Karena tidak berpikiran benar mausia sekarnag saling melukai dan parahnya lagi sampai membunuh.
Jika membicarakan tentang Pikiran Benar masih bisa di kaitkan dengan MORAL, bukan rahasia lagi moral orang jaman sekarang sudah merosot bahkan sudah menghilang. Bisa di lihat dari tingkah laku seseorang dalam kehidupannya sehari-hari, mulai dari berkata-kata kasar,perbuatan yang tidak benar bahkan pelecehan. Semua ini selain moral yang merosot saja melainkan terkait dengan pola piker manusia itu sendiri.


 Ucapan Benar. Dengan mengucapkan kata-kata yang baik dan bermanfaat, kita dihormati dan dipercaya oleh semua orang. Dalam dosa tubuh pada manusia mulut yang paling banyak dan paling mudah berbuat kejahatan, namun selain itu mulut juga paling mudah juga melakukan kebaikan. Kenapa Tuhan memciptakan mulut hanya ada satu saja? Padahal ada sepasang mata,sapasang telinga,sepasang tangan, dan sepasang kaki, kenapa mulut hanya satu? Jawabannya sederhana, manusia memiliki mulut satu saja bisa membuat orang sekit hati coba bayangkan saja jika Tuhan menciptakan mulut ada sepasang. Apa jadinya? Anda bisa pikirkan itu sendiri.
Sepertinya kalli ini tidak perlu member contoh terhadap Jalan kebenaran yang satu ini, karena terlalu mudah mencarinya. Lebih baik kita membahas tentang kebaikan organ ini saja. Yah mulut ini bisa berbuat baik bahkan sangat gampang dan mudah, caranya hanya menyapa kepada setiap orang,memuji dan tersenyum. Cukup mudah kan? Menyapa merupakan hal yang mudah dan gampang, menyapa bisa mencerminkan sopan santun kita. Memuji,memuji yang ini jangan sampai di salah artikan. Jangan memuji karana ada maunya tetapi biasakan memuji orang lain dan jangan menjelekkan orang di belakangnya apa lagi sampai menjadi penjilat, karena pasti di jamin tidak ada orang lain yang akan mau berteman dengan seorang penjilat. Selanjutnya tersenyum, hal ini yang paling mudah. Selain itu senyum ini bisa menular, coba saja kamu tersenyum dengan orang yang di samping anda, maka secara otomatis mereka akan tersenyum juga dengan kamu. Lagi pula tersenyum itu adalah simbol dari kebahagiaan dan rasa senang.


 Perilaku Benar. Tidak peduli apa yang kita katakan, orang lain mengenal kita dari cara kita berperilaku. Sebelum kita mengkritik orang lain, pertama-tama kita harus melihat kelakuan kita sendiri. Prilaku adalah cara termudah menilai seseorang lain cukup lihat saja penampilannya, dari penampilan bisa mencerminkan keprbadian dan prilakunya. Contohnya secara umum: Jika seseorang berpenampilan kacau maka sudah pasti orang itu tidak baik tapi sebaliknya jika seseorang berpenampilan rapi maka sudah jelas orang ini bisa di bilang orang baik. Tapi kita tidak di anjurkan hanya meliat dari penampilannya saja. Bisa saja orang yang berpenampilan tidak rapi itu orangnya baik tetapi hanya penampilannya saja yang buruk, tetapi tidak banyak orang yang bisa berpikir seperti ini. Hati-hati juga kepada seseorang yang berpenampilan baik, karena belum tentu orang itu baik juga. Biasanya orang-orang bisa tertipu oleh penampilan semata saja.
Memang susah menentukan orang itu baik atau buruk jika melihat penampilan luarnya saja, tetapi lihat lah di dalamnya. Sama seperti buah durian, penampilannya tidak begitu baik karena penuh dengan duri yang lumayan tajam di tambah lagi dengan baunya yang sangat menyengat itu membuat orang yang baru pertama kali bertemu dengan buah durian ini menjadi tidak menyukai buah ini sebelum memakannya. Padahal buah durian ini sangat enak dan isinya lumayan banyak (ini adalah Fakta di Indonesia). Kita juga sebaiknya juga tidak menilai orang dari luarnya saja tetapi lihat lah hatinya.


Penghidupan Benar. Ini berarti memilih pekerjaan yang tidak menyakiti orang lain. Sang Buddha berkata, "Jangan mencari nafkah Anda dengan merugikan orang lain. Jangan mencari kebahagiaan dengan membuat orang lain tidak bahagia." Nah hal sudah biasa di lakukan orang lain, apa lagi yang mempunyai kedudukan yang tinggi seperti para pejabat di Indonesia. Di Indonesia terdapat banyak kasus apa lagi tentang kasus “KORUPSI” di Indonesia sudah tidak asing lagi dengan kata-kata ini. Karena kebanyakan penjabat di Indonesia yang melakukan korupsi. Secara tidak langsung orang yang melakukan korupsi ini telah mencari kekayaan dengan merugikan orang lain, berarti orang yang melakukan korupsi ini melanggar salah satu dari Delapan Jalan Kebenaran dari Sang Buddha. Karena korupsi ini bisa merugikan satu Negara dan yang namanya Negara pasti memiliki rakyat yang berjumlah besar. Selain melakukan korupsi kita juga tidak boleh memilih pekerjaan yang menyakiti orang lain, berarti kita tidak boleh yang namanya melakukan perampokan, pencurian dll. Karena yang namanya perampok pasti melakukan kekerasan pada si korban dan lebih parahnya lagi bisa saja perampok itu membunuh si korban hanya untuk mendapatkan harta yang tidak begitu banyak. Hanya demi kekayaan manusia tega menyakiti orang lain sampai membunuh pula. Jangan mencari nafkah Anda dengan merugikan orang lain (Sang Buddha) kata-kata ini berlaku juga terhadap mahluk lainnya, kita ambil mahluk yang cukup sadis. Anda tahu hewan buas yang namanya macan? Dulu macan sangat di takuti oleh manusia, tapi jaman sekarang malah macan yang takut kepada manusia karena macan akan di buru dan di kuliti. Jika anda cara atau proses pengulitan pada binatang itu sangat sadis dan tidak berprikemanusiaan sama sekali. Orang bijak pernah mengatakan “Lebih baik tidak memiliki apa-apa dari pada harus berbuat hal yang keji untuk mendapatkan kekayaan, dengan berusaha dan selalu berdoa itu lebih bermanfaat”


Usaha Benar. Sebuah kehidupan yang berharga berarti melakukan yang terbaik setiap saat dan memiliki niat baik terhadap orang lain. Ini juga berarti tidak menyia-nyiakan upaya pada hal-hal yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Yang menyebabkan orang tidak bisa berusaha dengan benar adalah rasa malas! Karena orang mala itu selalu mengundur dan mengulur-ngulur waktu, secara tidak langsung orang tersebut telah menyia-nyiakan waktu dan upaya yang bisa merugikan dirinya sendiri. Rasa malas ini muncul karena berawal dari suatu kegiatan atau perbuatan yang terus menerus di lakukan dan samapai pada akhirnya menjadi suatu kebiasaan, dan apa bila kebiasaan ini dilakukan terus menerus dan berlanjut maka kebiasaan ini sangat amat sulit di ubah. Tapi bukan berarti kebiasaan ini tidak bisa di ubah pasti bisa jika mau melakukannya dan berusaha terus menerus tanpa berhenti,tetepi biasanya orang akan berhenti jika sudah merasa jenuh dan bosan. Nah ini dinamakan titik jenuh,dan titk jenuh ini sangat lah lama dalam proses perubahan kebiasaan ini.
Coba lihat gambar berikut ini!


Kita beri nama si A, pada awalnya ia mengatakan “I can`t do it” jika si A ini tidak mau melakukannya maka ia tidak akan tahu bagai mana melakukan suatu kegiatan, lalu ia mengatakan “I want to do it” ini adalah awal yang baik,lalu ia mengatakan “how do I do it ?” si A sudah mulai tertarik dengan kegiatan tersebut oleh karena itu ia mencoba mencari tahu, lalu ia memulai lagi dengan kata “ i`ll try to do it” karena sudah mengetahui bagai mana melakukan kegiatan itu ia mulai mencoba, setelah mencoba ia dengan bangga mengatakan “I can do it” karena berhasil ia bisa, lalu ia mengatakan “I will do it” ia mencoba lagi! Dan ia mengatakan “yes, I do it!” itu adalah perjuangan dari sebuah kegiatan, bila kamu mau dan mencoba untuk melakukannya dan selalu berusaha melakukannya maka kamu akan berhasil. “So don`t stop here, try try and try again, eventually you will succeed!

Perhatian Benar. Ini berarti sadar akan pikiran, kata-kata, dan perbuatan kita. Contoh sederhana, pada umumnya manusia jaman sekarang sudah tahu itu salah malah di perdalami,bukannya di jauhi. Sangat berbeda dengan manusia jaman dahulu, sekali ia tahu jika itu buruk maka ia tidak akan mendekati itu lagi dan melarang orang lain untuk mendekati hal tersebut, tetapi manusia jaman sekarang berbeda ia memang tidak mendekati hal tersebut, tetapi ia malah sengaja menjerumuskan teman atau orang yang lain. Contoh “Narkoba” banyak orang yang terjerumus dengan Narkoba, sudah tahu Narkoba itu tidak baik bahkan sangat buruk ada saja manusia  yang masih terjerumus dengan Narkoba, dan jika anda tahu orang yang mengedarkan Narkoba sudah pasti tidak menggunakan Narkoba (jika orang itu pintar) karena jika si penjual atau pengedar terjerumus maka ia akan rugi karena barangnya akan habis di pakainya sendiri,dan jika ada razia ia tidak akan terkena karena ia tidak menggunakan Narkoba. Orang ini bukannya menjauhkan orang lain dari Narkoba malah ia menjerumuskan, ini sungguh terlalu. Jika kita bisa mengendalikan diri kita,di mulai dari pikiran, kata-kata, dan perbuatan maka ia sudah bisa di sebut Perhatian Benar. Di perhatian benar ini kita juga harus mengontrol kata-kata kita, yang di maksud dengan mengontrol kata-kata itu tidak menghina ata mengejek satu dengan yang lain, tidak memfitnah atau membohongi dan mengingkar janji, berkata-kata kasar atau yang tidak layak di ucapkan kepada oran lain, membohongi sampai mengurunkan niat baik seseorang.



Konsentrasi Benar. Fokus pada satu pikiran atau objek pada satu waktu. Dengan melakukan ini, kita bisa tenang dan mencapai kedamaian pikiran yang sejati. Konsentrasi ini bukan hanya di butuhkan dalam bermeditasi saja, melainkan dalam kehidupan sehari-hari. Fokus pada suatu pikiran maksud kata ini adalah kita harus bisa fokus dalam melakukan sesuatu atau bisa di bilang niat dalam melakukan sesuatu hal, jika kita tidak bisa fokus dalam melakuakan sesuatu hal maka sesuatu hal yang kita kerjakan tidak akan bisa berhasil dengan baik bahkan bisa berantakan. Anak muda tidak bisa fokus karena mereka terlalu melekat atau terikat dengan hal duniawi, atau istilah gaulnya lagi “galau”. Contoh gampangnya anak muda bisa galau adalah: peringkat pertama karena cinta, siapa sih anak muda yang tidak tahu apa itu cinta? Anak di bawah umur saja sudah tahu apa itu cinta apa lagi yang remaja seperti kita? Coba lah untuk tidak terlalu terikat dengan sesuatu yang ada di dunia ini, boleh memiliki tetapi jangan sampai terikat. Kerena jika sampai terikat maka kita akan sulit untuk berkonsentrasi atau fokus.

Setelah Jalan Mulia Berunsur Delapan dapat dibandingkan dengan mengolah taman, tapi dalam Buddhisme seseorang memupuk kebijaksanaannya sendiri. Pikiran adalah tanah dan pikiran adalah benih. Perbuatan-perbuatan adalah cara seseorang merawat taman. Kesalahan-kesalahan kita adalah rumput liar. Mencabutinya adalah seperti menyiangi taman. Panen adalah kebahagiaan sejati dan abadi.

 

Rabu, 10 Oktober 2012

Filsafat Agama Buddha



BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Buddhisme belakangan menceritakan beberapa perkembangan sekolah-sekolah abhidharma dan Mahayana yang ditelusurui samapai ke masa sang Buddha sendiri. Skolatisme merupakan sekolah awal yang berkembang. Walaupun asalnya dapat ditelusuri sampai pada periode awal ,diperlukan beberapa waktu agar tradisi-tradisi ini dapat mengkristal pada sekolah-sekolah yang utama. Namun komplikasi kitab Abhidharma pitaka dan sutra-sutra Mahayana awal telah menyusul setelah finalisasi nikaya pali dan Agama yang belakangan diterjemahkan ke dalam bahasa Mandarin.
Gambaran lengkap dari buddhisme awal di bentuk dari sutta-sutta, sehingga muncul dua tradisi utama yaitu Hinayana dan Mahayana. Analisis doktrin Buddha awal secara sendiri-sendiri tanpa menggunakan perspektif hinayana ataupun Mahayana. Dalam buddhisme belakangan mengenai doktrin-doktrin yang dikatakan oleh Nagarjuna atau Vasubandhu atau Buddhagosa. Hasilnya adalah penolakan absolutisme dan Transendentalisme seperti bentuk yang dikenali oleh kaum Hinayana ataupun kaum Mahayana.
Garis besara pada masa buddhisme belakangan yang terjadi pada pemikiran kaum Buddha  dikarenakan oleh konsep  dasar filosofisnya  yang sudah berkembanga baik sebelum Buddhisme meninggalkan pantai dan batas india.  Yang dibahas bukanlah sekolah-sekolah belakangan ini melainkan aspek dari Buddhisme zen, dimana zen merupakan suatu perkembangan di ciana yang lain dari pada yang lain yang memiliki pandangan yang bersajak konsepsi yang sama sekali salah tentang apa yang diajarkan Sang Buddha.
Dari masalah dan beberapa ulasan diatas maka Penulis tertarik untuk membahas beberapa perkembangan dan doktrin-doktrin masa Buddhisme belakangan.
BAB I I
PEMBAHASAN
  1. AWAL SKOLATISME DAN MAHAYANA
Pertemuan tentang pengumpulan sutta menandakan awal dari skolatisisme seratus tahun pertama setelah kematian Sang Buddha barangkali menyaksikan pengumpulan dan pengkelasan seluruh kumpulan-kumpulan sutta-sutta menjadi lima kelompok (nikaya), sedangkan sebagian besar peraturan (vinaya), Masuk dalam kelompok tersendiri. Kegiatan skolastik tidak berhenti sampai disini saja, melainkan penelaahan kumpulan suta ini yang coraknya dicirikan oleh penggunaan kiasan. Anekdot, ilustrasi, dan pengulangan yang terus menerus, ini dipakai pada saat ajaran-ajaran yang dikuatirkan akan disalah tafsirkan, jadi dari sutra dan cirinya diatas digunakan untuk mencegah adanya salah tafsir dari ajaran-ajaran Sang Buddha, dalam ajaran ini ditemukan daftar ajaran yang penting yang diturunkan dari mulut kemulut.
Peristiwa kedua dalam kematian agung adalah ratapan para dewa dan manusia (termasuk ananda yang belum mencapai kearahat). Manusia atau umat awam pada umumnya dikuasi oleh emosi-emosi walaupun emosi cenderung mengaburkan pencerapan akan kebenaran dan seharusnya dikendalikan untuk mencapai tahapan perkembangan spiritual yang lebih tinggi. Namun emosi keagamaan dapat memberikan nuansa baru bagi kehidupan umat awam dan mampu memperbaiki nasip spiritualnya. Sang Buddha menunjukan bahwa umat yang memiliki keyakinan, para bikkhu dan bikkhuni, upasaka-upasika, yang mungkin akan menjunjung keempat tempat yang mungkin akan menjunjung tingkat emosi ini. Jadi kedua sikap ini yang yang memperlihatkan sikap siswa Sang Buddha yang harus memiliki banyak keyakinan dan tidak memiliki emosi yang tinggi dan harus memiliki emosi keagamaan yang tinggi untuk menjunjung keyakinan spiritual yang tinggi dan memiliki nuansa yang baru, dan tidak lepas dari ajaran Sang Buddha yang telah diajarkan beliau sebelum parinibana.

  1. SKOLATISME THERAVADA, SARVASTIVADHA, DAN SAUNTRATIKA
Skolastisisme dalam buddhis ini timbul seperti yang telah dijelaskan dalam bab delapan yaitu karena adanya kebutuhan untuk mengajarkan ajaran-ajaran Sang Buddha dan tidak memberikan kesempatan pada timbulnya perpecahan. Dari hal ini ada salah satu cara yang dipakai untuk keperluan ini yaitu untuk mengajarkan ajaran-ajaran Sang Buddha seperti yang terdapat dalam Sangiti-sutanta yang tidak menimbulkan ketidak sepakatan. Dari hal ini metode yang digunakan Sang Buddha yang sering digunakan telah dirubah yang semula menggunakan anekdot, kiasan dan metafora yang semula gaya ini digunakan dengan gaya memutar, langsung dan sekarang menggunakan istilah yang telah dipilih dan yang telah mementingkan ketepatan yang merupakan ciri dari abiddharma.
Bab ini merupakan perbedaan awal antara suta dan pembahasan skolatisisme, yaitu sebagai contoh sutta dipandang sebagai ajaran-ajaran yang popular sedangkan abiddharma dipandang sebagai uraian tentang realitas terahir dari hal inilah yang merupakan perbedaan yang lebih mengacu kepada masalah gaya, tetapi yang berakibat terhadap perbedaan menyangkut isi dari ajaran yang sesungguhnya.
Kaum sautrantiaka menerima doktrin-doktrin tentang saat yang diketemukan dalam tiga sekolah., dan doktrin ini tidak dapat diketemukan dalam tradisi Theravada-prabuddhagosa. Sebagai akibat diterimanya teori saat para cendikiawan dihadapkan pada persoalan filsafat yang menimbulkan perbedaan-perbedaa yang nyata yaitu mengenai masalah pencerapan dan kausalitas, jadi kauma sauntratika setelah menerima doktin-doktrin tentang saat menemukan suatu perbedaan mengenai pencerapan dan kausalitas
Substansi ini dapat disimpulkan bahwa semuanya adalah pencerapan mengenai enam landasan indra adalah tidak langsung dan kaum sarvastivadin menjunjung suatu teori adalah obyek pencerapan suatu agregat, sedangkan kaum sautrantika menuntut bahwa obyek luar tidak  langsung juga dapat disebut sebagai teori atom. Setelah menerangkan teori saat dan para cendikiawan mengalami kesulitan maka timbulah konsepsi tentang substansi, kaum abiddharma menerangkan konsep ini sebagai problem kesinambungan dan fenomena  yang telah diuraikan menjadi keberadaan yang bersifat sesaat.
Jadi suatu metode dalam suatu pengajaran akan berpengaruh dalam suatu perkembangan karaena, tiap pencerapan dari tiap orang selalu berbeda dan pencerapan yang diterima akan selalu dikembangkan untuk menjadi sesuatu yang baru.

  1. PERKEMBANGAN MAHAYANA
Mahayana merupakan kulminasi dari spikulasi (pendapat atau keadaan yang tidak berdasarkan kenyataan) dari keadaan sebenarnya sang Buddha,dan spekulasi ini sudah meluas semasa kehidupan sang Buddha. Dalam angutara-nikaya ada pertanyaan yang mengenai siapakah sang Buddha, Buddha menjawab bahwa beliau bukan dewa, maupun gandhaba , manusia atau yakha, tetapi implikasi yang dinyatakan sang Buddha adalah, sang Buddha telah menghapus keinginan rendah dan kemelekatan akan segala sesuatu yang ada didunia, dan beliau tidak dapat dijelaskan sebagai orang yang masih memiliki hal tersebut, jadi sang Buddha adalah orang yang sudah tidak memiliki keinginan nafsu rendah atau terbebas dari segala penderitaan.
 Secara historis kemunculan Mahayana dimulai sejak Sang Buddha Parinirvana (544 atau 487 SM ), dan menjadi hampir lengkap pada abad pertama. Selama setelah parinirvananya Sang Buddha dan menjelang abad tersebut bermuncullah aliran-aliran pikiran dalam agama Buddha. Oleh karena itu kemunculan Mahayana perlu dilihat dari adanya konsili-konsili. Pada konsili kedua di kota Vesali pada pemerintahan raja Kalasoka. Diadakan mengingat munculnya beberapa masalah berkenaan dengan Dhamma dan Vinaya yang menimbulkan beberapa perpecahan kemudian muncul dua golongan yaitu Mahasangika dan Sthaviravada.
Konsili keempat pada tahun 78 M di Khasmir yang dipimpin oleh Vasumitra dan Asvaghosa yang diselenggarakan atas anjuran raja Kanishka merupakan titik awal dari perkembangan Mahayana dan pada konsili ini tidak dihadiri oleh golongan Sthaviravada (sesepuh Theravada). Mahayana merupakan kulnimasi dari spekulasi yang berkenaan dengan keadaan yang sebenarnya dari Sang Buddha. Spekulasi ini amat meluas bahkan semasa kehidupan Sang Buddha. Dalam Anguttara Nikaya untuk menjawab siapakah Buddha? Sang Buddha, menyatakan dirinya sebagai bukan dewa, gandhaba, atau yakkha atau manusia. Tahap permulaan dari perkembangan Mahayana ada dua doktrin yang tumbuh.    Pertama adalah doktrin kemajemukan Buddha-Buddha yang mengarah ke konsepsi monisme transendental seperti yang diwakili oleh istilah-istilah seperti Tathata dan dharmakaya pada kitab-kitab Mahayana.    Kedua adalah doktrin tentang mahkluk yang sedang menuju penerangan sempurna (Bodhisattva).
Walaupun  konsepsi transendental Buddha, begitupun konsepsi yang diperluas dari Bodhisatva dikembangkan dalam lingkungan tiga tradisi yaitu theravada, sarvastivada dan lokuttaravada. Usaha sengaja untuk merendahkan dan menurunkan status ideal arahat yang ada pada masa awal baru muncul dengan datangnya sad-dharmmapundarika “teratai ajaran kebenaran. Perkembangan konsepsi Buddha mulai dari konsepsi bodhisattva mencapai titik akhirnya pada literatur prajnaparamita. Istilah prajnaparamitha berarti ‘ kesempurnaan  kebijaksanaan’ dan literatur ini dikatakan demikin karena mengkhususkan diri dalam membentangkan keadaan sebenarya dari pengetahuan tertinggi atau penerangan sempurna (samyaksambodhi. Pengetahuaan yang tak mendualah (advaya) yang terbebas dari diskriminasi (nirvikalpa). Ia yang menyadari ini akan menjadi seseorang yang berkesadaran. Buddha merupakan perwujudan dari pengetahuaan ini. Tubuh yang di gunakan adalah tubuh dharma (dharma-kaya), tubuh yang sebenarnya di bandingkan dengan nirmana-kaya yang sekedar bayangan atau tubuh transformasi. Ia identik dengan realitas terakhir, yang demikian. Ia tak terucapkan dan di luar jangkauan analisis logika.
Bodhisatva menurut definisi Mahayana adalah orang yang menunda pencapaian nirvana agar dapat berlanjut terus dalam samsara dengan harapan dapat menolong semua mahkluk menyeberangi arus kehidupan. Sementara dipihak lain Bodhisatva haruslah seorang yang memiliki pengertian atau kebijaksanaan mempunyai minat atau motivasi. Altruisme atau pelayanaan tanpa mementingkan diri sendiri merupakan ideal yang mempesonakan. Pengorbanan kebahagiaan orang untuk kesejahteraan yang lainnya secara umum dipandang sebagai ideal yang mulia pada setiap masyarakat. Hal ini memperlihatkan bagaimana kaum mahayana, dengan menolak ideal Arahat sebagai sesuatu yang rendah dan kurang bermutu dan dengan menyajikan suatu ideal yang lebih luhur dari pelayanan tanpa mementingkan diri sendiri. Menurut Hui-Neng ”jika anda berharap untuk mengubah orang yang dungu, anda harus memiliki kebijaksanaan

  1. TRANSENDENTALISME MADYAMIKA
Dalam transendendentalisme madyamika dijelaskan bahwa sang buddha maupun nagarjuna menerima realitas tertinggi di luar jangkauan indra biasa, sesuat yang absolut yang tidak terungkapkan dengan konsep. Teori kausal seperti sebab-akibat-sendiri  dan sebab-akibat-eksternal tidak akan berhasil menerangkan kenyataan kenyatan yang empirik dan khususnya terhadap yang diluar jangkauan manusia
Kausalitas menurut Nagarjuna adalah relativitas ini adalah sinonim kekosongan (sunyata) menurutnya; ”setiap dharma adalah relatif. Karenannya setiap dharma juga kosong. Tak ada dharma yang relatif, karenanya tak ada dharma yang tak kosong.Jika ada dharma yang tak kosong, ia tidak dapat terjadi secara bersyarat. Oleh karenanya, jika seseorang menerima ketak-kosongan (asunyata), orang itu juga menerima ketak-relatifan, dan sebagai akaibatnyaorang itu harus menerima kemunculan dan kehancuran, ia tak dapat menerima Empat Kebenaran Mulia”.
Untuk nagarjuna Substansi merupakan prinsip bersifat metafisika seperti diri untuk buddha atau jiwa untuk upanisad. Candrakirti yang menelaah lebih lanjut kritikan nagarjuna, menunjukkan bahwa jika substansi atau sifat bawaan dari akibat dapat ditemukan pada sebab  produksi akan menjadi tak berati  karena ia kemudian hanya menjadi sekedar duplikasi sendiri bukan kemunculan suatu faktor yang lebih mencolok yang belum pernah ada sebelumnya.
 Jadi dalam transendentalisme madyamika menjelaskan tentang suatu keadaan yang absolute. Sesuatu yang tidak dapat di jangkau oleh indra atau pemikiran manusia sendiri. Tidak dapat di personifikasikan. Seperti perolehan dalam pencapaian kebuddhan tentang pencapaian realitas terakhir yang tak terumuskan atau tak terungkapkan melainkan mengajukan suatu tesis  sendiri menurut istilah-istilah yang tepat dan sesuai.

  1. IDEALISME YOGACARA
Latihan Yoga atau dinamakan Yogacara  yaitu pemahaman yang tertinggi yang mana hanyalah kesadaran yang tak membedakan tanpa dikotomi subyek-obyek.
Dalam Idealisme yogacara dijelaskan bahwa pengikut dari aliran ini adalah kaum Sauntratika. Kaum Sauntratika memiliki pendapat mengenai suatu obyek yang tidak dapat kontak dengan alat indra secara langsung karena obyek itu tanpa durasi. Sumbangan pemikiran juga disokong oleh kaum madyamika bahwa bahwa kaum yogacara tidak menunjuk realitas apaun bahwa mereka adalah kosong dari isi atau mereka tidak mengungkap keadaan sebenarnya dari fenomena.kaum madyamika memiliki pendapat bahwa pikiran atau kesadaran adalah nyata. Karena yang absolute dipandang sebagai suatu yang tank mendua (advaya) dan non konseptual dan yang sebagai suatu pengalaman duniawi yaitu dengan diselami pada tingkat kegiuran yoga tertinggi yang hanyalah kesadaran yang tidak membedakan tanpa sutu dikotomi subyek-obyek.
Vasubandhu berpendapat mengenai konsep Tiga dunia yang merupakan gagasan belaka, menurutnya akal, pikiran, kesadaran dan gagasan  adalah sininim. Obyek eksternal hanyalah penampakan, seperti persepsi akan rambut diudara dan persepsi ganda dari orang yang matanya terkena penyakit.  Suatu obyek kelihatan meliput atau menduduki suatu ruangan tertentu dan jika ia hanya buatan pikiran ia akan terlihat berbeda, tidak hanya ditempat tertentu tetapi juga dimana tempat kemana pikiran ditujukan, suatu obyek ketika seseorang memperhatikan tidak ketika orang melihatnya . jika suatu obyek merupakan buatan ikiran maka penetapan menurut waktu seperti itu akan jmenjadi keterangan yang tidak memuaskan dan suatu kesadaran yang diterima tidak dapat diterangkan bila seseorang menyangkal akan suatu keadaan keberadaan yang nyata dari obyek eksternal . jika suatu obyek hanya merupakan cerminan mental ,maka kegiatan yang membuahkan (krtya-krya) yang disebabkan obyek tidak dapat diterangkan.
Contoh seperti seseorang yang lapar dan ia akan makan , seseorang merasakan lapar dan membayangkan ia ingin kenyang dan ingin makan. Pikiran berproses dan seseorang memikirkan maka rasa lapar itu akan semakin bertambahkarena pikiran berproses pada obyek lapar dan membayangkan makanan. Rasa lapar akan menjadi tidak lapar apabila kita bertindak untuk makan mengambil makanan dan tidak hanya menghayal. Untuk mengatasi rasa lapar tidak hanya dengan langsung mengambil makanan tetapi kita juga dapat mengalihkan pikiran. Rasa lapar dan semakin lapar juga terpengaruh karena kondisi pikiran kita yang membayangkan rasa lapar itu.
Sebagai contoh lain ketika seseorang melihat bendera yang berkibar, saat itu orang memandang antara satu dengan yang lain berbeda ada yang menjawab karena angin, ada yang menjawab karena adanya bendera berkibar sebenarnya itu karena pikiran kita saja yang merespons atas apa yang kita lihat sesuai dengan indra yang melihat suatu obyek sehingga munculah suatu pemikiran. Ketika orang tidak memperhatikan akan kibaran bendera maka tidak akan adanya suatu jawaban tentang bagaimana bendra itu bergerak.
Dalam sudut kegiuran yoga tertinggi terdapat suatu bentuk kesadaran murni yang membedakan , pengalaman indra yang dicirikan oleh perbedaan subyek obyek yang Nampak sebagi khayalan  seperti mimpi yang merupakan suatu khayalan kesadaran yang telah terbangkit. Jadi segala sesuatu yang ada yang didapat atau di cerap oleh indra akan menghasilkan suatu persepsi atau suatu hal yang berkondisi sesuati dengan suatu kesadaran kerja proses berfikir dalam diri manusia




  1. LAMPIRAN I
METAFISIKA DAN SANG BUDDHA
Keseragaman kausal dan kesinambungan kepribadian manusia yang dipandang metafisik dalam filsafat modern tidak dipandang demikian dalam buddhisme awal.
Ada beberapa pertanyaan yang sering sang Buddha tidak menjawabnya baik mengenai pertanyaan keluasan alam semesta , keadaan sebenarnya dari jiwa atau diri dan keadaan dari arahat setelah mati yang bersifat metafisik. Pandangan metafisik yang dijelaskan dalam bab ini adalah bagaiman mencari tau yang jauh dari jangkauwan kemampuan kita dari hasil prediksi dari tiap para ahli atau fisuf. Banyak para ahli yang mencoba untuk menyedikan jawaban-jawaban atas pertanyaan metafisika yang belun tau jawaban sebenarnya.
 Sang Buddha memandang bahwa pertanyaan-pertanyan itu adalah pertanyaan yang menyesatkan karena akan mengacu pada ke konsep ke akuan, segala sesuatu memiliki proses dan prose situ serta pengalaman yang akan memberikan jawaban. Seseorang memiliki persepsi yang sendiri-sendiri sesuai sudut pandang dan pengalaman yang ia peroleh. Tiap orang memiliki sudut pandang yang berbeda memiliki penalaran serta pengalaman yang berbeda-beda. Tidak seperti dalam metafisika yang kita anut berdasarkan pandangan dan pengalaman orang lain.
 Metafisika hanya memandang berdasarkan eksperimen yang dilakukan oleh para ahli yang menyatakan hasil dari beberapa pertanyaan yang nantinya akan dijadikan sebuah teori yang berasal dari jawaban ekperimen pengalaman orang lai yang bersifat prediksi atau belum pasti. Dalam ajaran sang Buddha berdasarkan bacaan sang Buddha tidak memandang semua itu sebagi sesuatu yang hanya di pandang berdasarkan tafsiran tetapi suatu kenyataan yang didapat kan sendiri berdasarkan hasil dari sebuah realita yang dialami sesuai dengan pengalaman yang didapatkan sendiri.
  1. RENUNGAN TENTANG HUBUNGAN ANTARA BUDDHISME AWAL DAN ZEN
Buddhisme Zen berbeda dari buddhisme awal dalam kaitanya dengan pertama tetapi bersesuaian dengannya dalam kaitanya dengan yang belakangan.
Dalam Zen, yang dimana Zen adalah Ch’an dalam bahasa mandarin yang berarti Dhyana atau meditasi. Ajaran Zen sangat popular di tiongkok. Zen lebih terpusat pada praktek. Segala sesuatu telah dilakukan dibuktikan dengan praktek. Bab ini menjelaskan mengenai Zen yang sering percaya adanya suatu penjelasan pada kitab-kitab dan menolaknya. Ajaran zen memiliki suatu pengertian prinsip yaitu tidak tergantng kepada kata-kata surat, menunjukan langsung kepada batin manusia, melihat keadaan diri sendiri sebenarnya, dan pencapaian kebuddhaan.
 Dari prinsip yang dianut dalam zen mereka lebih menekankan pada suatu kenyataan yang dialami berdasarkan atas pembuktian pengalaman mereka sendiri. Mereka melihat kedalam dalam diri mereka sendiri dan mereka ingin membuktikan suatu kenyataan itu sendiri berdasarkan pecapaian yang mereka lakukan sendiri. Mereka tidak membutuhkan teori yang hanya teori belaka maka dari itu Zen merupakan suatu aliran yang istimewa dengan menjalankan atau membenarkan segala sesuatu sesuai dengan kenyataan pengalaman sendiri.
Dalam buddhisme awal sang Buddha memiliki pendapat yang terdapat pada angutara nikaya  dengan melambangkan empat tipe individu dan membandingkan mereka dengan tipe-tipe awan hujan.empat perumpamaan itu adalah sebagai berikut:
1.      Seorang yang membaca (Bhasita) tetapi tidak melatih diri (no katta) adalah seperti awan tampa hujanyang mengguntur (gajjita) tetapi tidak mencurahkan hujan  (no vasita)
2.      Seorang yang melatih diri (katta) tetapi tidak membaca (bhasita )adalah seperti awan tanpa hujan yang mencurahkan hujan (vassita) tetapi tidak menguntur  (no gajjita).
3.      Seorang yang membaca atau pu melatih diri (n’eva bhasitha no katta) adalah seperti awan hujan yang tidak menguntur ataupun mencurahkan hujan (na eva gajjita no vassita)
4.      Seorang yang membaca maupun melatih diri (bhasita ca katta ca) adalah seperti awan hujan yang mengguntur dan mencurahkan hujan (gajjita ca vassita ca)
 Sang Buddha mengajak seseorang tidak hanya mengerti akan suatu teori saja melainkan juga praktek. Praktek tetapi menggunakan metode yang akan menimbulkan penderitaan seperti waktu sang Buddha akan mencapai suatu penerangan beliau menyiksa diri secara ekstrim meditasi itu tidak akan mendapatkan suatu pencerahan kebuddhaan tetapi semua itu perlu juga danya suatu teori yang akan menuntun dalam suatu pembenaran, dan  apabila orang hanya memandang sebuah teri atau praktek seseorang tidak akan mendapatkan apaun karena tidak semua pengalaman atau persepsi dari seseorang itu sama.
Jadi pada masa Buddha awal adalah sebuah gambaran dan seiring dengan perkembangan jaman maka disesuaian dan sebuah pengalaman atau kenyatan tidak hanya berdasarkan teori atau praktek dari orang lain melainkan diri sendiri agar mendapatkan suatu kebenaran yang akan menganggakt suatu hasil yang realistis.







BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Filsafat adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat tentang segala yang ada, sebab , asal dan hukumnya atau teori yang mendasari alam pikiran ataun suatu kegiatan atau ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika dan epistimologi sering disebut dengan falsafah.
Gambaran lengkap dari buddhisme awal di bentuk dari sutta-sutta, sehingga muncul dua tradisi utama yaitu Hinayana dan Mahayana. Analisis doktrin Buddha awal secara sendiri-sendiri tanpa menggunakan perspektif hinayana ataupun Mahayana. Dalam buddhisme belakangan mengenai doktrin-doktrin yang dikatakan oleh Nagarjuna atau Vasubandhu atau Buddhagosa. Hasilnya adalah penolakan absolutisme dan Transendentalisme seperti bentuk yang dikenali oleh kaum Hinayana ataupun kaum Mahayana.

B.     Saran
Semoga makalah ini dapat membantu dan menambah pengetahuan bagi pembaca. Dan kiranya pengetahuan filsafat tentang pemikiran logis dapat tercerap dalam setiap indifidu sebagai pengetahuan dan penuntun dalam kehidupan yang kita hadapi.





DAFTAR PUSTAKA

Kalupahana. David J. 1986. Filsafat Buddha. Jakarta: Erlangga